Jika kau memang mencintaiku, maka bangunkan 1000" candi untukku dalam waktu semalam!”, kata Roro Jongrang yang sebenarnya tidak suka dengan Bandung Bondowoso, sehingga ia memberikan syarat yang mustahil tercapai itu. Namun, ternyata Bandung Bondowoso hampir mampu menyelesaikannnya (kurang satu candi lagi), itupun karena ia dicurangi.
Begitulah Cinta. Dongeng klasik yang tidak asing bagi kita di atas, sedikit menggambarkan tentang hubungan timbal balik dua manusia dalam urusan cinta. Yang satu mencintai, dan yg dicintai meminta bukti. Sederhana kan?
Namun sayangnya, implementasi dari pembuktian itu yang sering jadi masalah. Aksi-aksi yang dilakukan oleh si pecinta, kadang dan bahkan tidak pernah sesuai dengan bukti yang ditagihkan oleh yang dicintai. Walaupun begitu, satu hal yang pasti semakin besar objek yang dicintai semakin besar, cinta yang dibutuhkanpun, semakin besar pula aksi pembuktiannya.
Lalu siapakah yang paling pantas dicintai?
Sambil menyeduh teh hangat, mari sejenak berpikir, “Siapakah yang Paling Besar?” (Tidak membatasinya dalam ukuran ruang, tempat dan waktu).
“Dialah Allah tidak ada Tuhan selain Dia, Maharaja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Menjaga kemanan, Pemelihara Keselamatan, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang memiliki segala keagungan, Mahasuci Allah dari apa yg mereka persekutukan” (QS. 59:23).
Sudah terjawabkan? Bagi kita yang logikanya masih diselimuti hangatnya iman, jawabannya sudah jelas, Allah SWT.
Semua agamapun, menempatkan Tuhan, sebagai sesuatu yang paling besar. Sudah pastilah, karena yang menciptakan mata itu bukan dokter spesialis mata yang ketika praktek atau membuat resep masih menggunakan kacamata. Sudah pasti pulalah, yang membuat gunung meletus itu bukan tumpukan ribuan gas 3 kg gagal produksi yang dibuang di lembah, tapi karena gejala alam yang telah diatur oleh-Nya, Allah Rabbul ‘alamin.
Dia (Allah SWT) yang menurunkan pedoman bagi manusia, dalam berbagi bentuk namun telah terangkum dalam satu mushaf Al-Quran. Mengutus para nabi dan menutupnya dengan kehadiran The Prophet Muhammad SAW, sebagai teladan bagi manusia. Kemudian menciptakan manusia, yang membuat alat transportasi, gedung tinggi, senjata militer, komputer, gadget, dan lain-lain. Mempertemukan lelaki dan wanita dan mengaturnya hingga terjadi regenerasi manusia hingga sekarang. Dan semua momen lainnya, yang tak terbatas ruang, tempat dan waktu.
Maka, sudah seharusnya cinta terbesar kita hanyalah kepada Allah SWT.
Mari beraksi…!! Mari segera habiskan teh hangat kita, hingga waktu untuk beraksi semakin banyak. Hingga ketika Allah SWT menagih pembuktian cinta kepada-Nya, kita sudah punya jawaban. Aksi pembuktian cinta kepada Allah SWT, bukan hanya sekedar aksi-aksi fisik berbentuk ritual semata, karena apalah arti ritual jika hati tidak tunduk, dan masih mengharap apa-apa.
Aksi nyata pembuktian cinta kepada-Nya, terangkum dalam sejarah peradaban umat manusia, dalam kisah-kisah para Nabi di dalam Al-Quran. Juga terangkum dalam aksi-aksi Muhammad SAW sebagai teladan, dan terus berkembang sesuai zamannya berdasarkan pendapat para ulama.
Dan saat ini, kita hanya perlu segera beraksi, beribadah sesuai tuntunan Nabi SAW, beramal sesuai Al-Quran dan hadits serta penjelasan para ulama. Menafikkan segala ketaatan kepada selain-Nya, tidak berlebih-lebihan dan menjalin ukhuwah islamiyah.
Allah SWT, yang paling utama dicintai. Maka wajarlah para pencinta-Nya berlelah-lelah hingga tidak sedikit mati dalam perjuangan cinta mereka, hingga Allah SWT meridhai mereka.
“Wahai jiwa yg tenang. Kembalilah kepada Tuhan-Mu dengan hati ridho dan diridhai-Nya. Masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu. Dan masuklah ke dalam surgaKu” (QS. Al-Fajr: 27-30)
EmoticonEmoticon