Assalamu'alaikum
Salah
satu sifat yang melekat pada setiap manusia adalah marah. Sifat marah adalah
luapan kekecewaan, kekesalan dan kebencian yang kemudian ditumpahkan dengan
perasaan, ekspresi wajah, gerak tubuh, kata-kata dan tindakan. Terjadinya
sifat marah dapat diakibatkan sakit hati, kekesalan dan rasa kecewa. Contohnya
seseorang yang dihina oleh orang lain, maka bisa muncul sifat marah pada orang
yang dihina tersebut. Setiap manusia diperbolehkan marah, selama kemarahan itu
wajar dan terkendali. Bukan kemarahan yang berlebihan, tanpa kendali dan tidak
proporsional.
Betapa
banyak manusia tidak mampu mengendalikan marah. Contohnya seorang Ibu yang
memerintahkan anaknya untuk belajar, tapi karena anaknya tidak mau mengikuti
perintah ibunya tersebut, maka Sang Ibu memarahi anaknya sambil merobek buku
pelajaran Sang Anak. Atau kasus seorang suami yang meminta istrinya memasak
makanan kesukaan Sang Suami, tapi karena istrinya tidak melakukannya, maka Sang
Suami menampar dan menendang Sang Istri, sambil membanting perlengkapan masak. Pada
kasus lain terjadi seorang istri bertengkar dengan suaminya karena cemburu,
dalam pertengkaran tersebut sampai terjadi suami melemparkan piring ke arah
istrinya, sementara istri melemparkan gelas ke arah suaminya. Bahkan
pintu kamar istrinya juga ditendang sampai jebol oleh suaminya. Atau dalam
peristiwa lain, gara-gara ada pertunjukan musik dangdut di sebuah pernikahan,
saat berjoget, seorang pengunjung menyenggol pemuda lainnya. Akhirnya
terjadi perkelahian massal yang mengakibatkan 5 orang luka parah dengan darah
mengucur di sekujur tubuh dan 10 orang luka ringan. Bahkan
dalam peristiwa lain terjadi, gara gara ada seorang pemuda naksir pada seorang
pemudi di sebuah kampung. Kemudian pada saat pemuda itu apel ke rumah pemudi,
ditegur oleh sekelompok pemuda di kampung tersebut. Akhirnya
terjadi perkelahian, dan sang pemuda yang apel itu pulang ke kampungnya
memberitahukan kepada pemuda lainnya. Akhirnya terjadilah
tawuran massal antar kampung yang mengakibatkan 3 orang meninggal dunia, 17
orang luka-luka dan 10 bangunan rumah dan 2 buah sepeda motor terbakar hangus.
Masih banyak kasus-kasus lain yang terjadi dan akibatnya lebih besar daripada
kasus-kasus di atas. Kalau kita telaah kasus-kasus di atas, maka kita melihat
bahwa sifat marah yang disebabkan oleh sesuatu yang sebenarnya sederhana, telah
ditumpahkan dalam bentuk kemarahan yang berlebihan dan tidak proporsional.
Bentuk berlebih-lebihan dalam kasus di atas misalnya
adalah hanya karena anak tidak mau diperintahkan belajar, buku pelajaran anak
dirobek-robek.
Padahal apa kesalahan buku
terhadap orang tua yang marah itu ? Atau kenapa istri yang dimarahi oleh suami,
tetapi perlengkapan masak dibanting ? Atau kenapa hanya karena cemburu pada
suami, piring dan gelas harus dilemparkan dan pecah ? Kesalahan apa yang telah
dibuat oleh perlengkapan masak, piring dan gelas ? Atau kenapa pintu harus ditendang sampai rusak ? Apa
salah pintu pada Sang Suami ? Kenapa hanya karena tersenggol orang lain, 15
orang harus terluka ? Atau hanya karena ditegur karena apel, mengapa sejumlah
orang harus meninggal dan luka-luka ? Mengapa harus sekian rumah dan motor yang
harus terbakar ? Itulah fakta-fakta kemarahan yang tidak terkendali.
Kemarahan yang tidak terkendali hanya menimbulkan
penderitaan, rasa kebencian, dendam, jatuhnya sasaran kemarahan yang
serampangan dan korban yang jauh lebih besar daripada penyebab kemarahannya. Allah SWT berfirman yang artinya : “Dan bersegeralah kamu
mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit
dan bumi yang disediakan bagi orang-orang bertakwa. (Yaitu) orang yang berinfak
baik pada waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan marahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat
kebaikan.” (QS. Ali-Imran : 134) Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Bukanlah orang kuat itu yang kuat dalam berkelahi, akan tetapi orang yang kuat
adalah orang yang mampu mengendalika hawa nafsunya ketika marah”. (HR. Bukhari
dan Muslim) Dalam hadits lain Rasulullah SAW juga bersabda : “Barangsiapa
menahan marahnya, maka Allah akan menahan siksa-Nya…” (HR. Thabrani dan
Baihaqi) Imam al-Ghazali menyebutkan tingkatan manusia dikaitkan dengan
kemarahannya, dapat dikelompokkan kepada tiga jenis, yaitu :
1. Tafrith, yaitu orang yang tidak
memiliki kemarahan sama sekali atau hilang marahnya. Dia serba tak acuh
terhadap segala yang terjadi di sekelilingnya. Bahkan terhadap segala
penghinaan, penyelewengan agama sekalipun dia tidak memiliki sifat marah
sama sekali.
2. Ifrath. Yaitu orang yang
berlebih-lebihan dalam kemarahannya. Orang ini hanya disebabkan oleh satu
kesalahan sedikit atau kekecewaan sedikit saja yang disebabkan orang
lain, maka dia akan marah tanpa kendali. Kata-katanya kotor, gayanya
menyeramkan, tindakannya kasar dan kejam, segala sesuatu akan menjadi sasaran
kemarahannya.
3. I’tidal, yaitu orang yang mampu
mengendalikan marah, ketika muncul. Orang ini kalau marah mudah memaafkan. Dan
penyebab kemarahannya juga adalah sesuatu yang sudah keterlaluan, termasuk
penghinaan agama dan perendahan derajat manusia secara berlebihan.
Imam Al-Ghazali menyebut bahwa orang kelompok ketigalah
yang terbaik. Rasulullah SAW memberiken kiat kepada kita untuk mengendalikan
marah : Kalau kita sedang berdiri lalu marah, cobalah duduk untuk mengurangi
marah. Kalau kita sudah duduk masih marah juga, cobalah berbaring. Kalau sudah
berbaring, masih marah juga, maka cobalah berwudhu. Kalau setelah berwudhu
masih marah juga, maka kita dianjurkan untuk sholat sunnat mutlak, yang
disertai doa agar Allah menurunkan marah. Semoga Allah, menjadikan kita manusia
yang pandai mengendalikan marah. Amiin....!
EmoticonEmoticon