“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Mahamulia.” (QS [96]: 1-3).
Setiap saat kita membaca banyak hal. Yang
tertulis maupun yang tersirat. Dari membaca berita sampai membaca apa yang
terjadi pada lingkungan kita. Namun, sering kita lupa membaca dan menyimak
apa-apa yang berlangsung
di dalam diri kita.
Manusia diciptakan dari segumpal darah ('alaq) dan di dalam dadanya ada
segumpal daging (mudghah). Kata Nabi SAW, bila segumpal daging itu baik maka
baik diri keseluruhannya. Namun, bila segumpal daging itu buruk, buruk diri
keseluruhannya. Itulah yang dinamakan hati.
Karenanya, bacalah setiap saat kondisi hati kita. Sedang was-waskah dia? Sedang
gelisahkah dia? Sedang takutkah dia? Sedang dengkikah dia? Iqra, iqra, iqra!
Seperti penggalan lagu religi bertajuk “Jagalah Hati”: jagalah hati jangan kau
nodai, jagalah hati pelita hidup ini.
Kita tidak mungkin menjaga sesuatu yang tidak kita sadari keberadaannya. Karena
itu, bacalah hati setiap saat, agar kita sadar akan keberadaan dan
aktivitasnya. Karena kondisi hati yang baik membuat diri menjadi baik
keseluruhannya.
Jika hati kita terasa bersih, bersyukurlah. Sebaliknya, jika hati sedang terasa
buruk, akuilah sebagai amanah, akuilah sebagai ujian, akuilah bahwa perasaan
negatif hanyalah ilusi. Semata-mata kita yang membuatnya. Karena tidak
selayaknya makhluk Allah yang sempurna ini (“sempurna” dalam skala dunia)
mempunyai jiwa yang tidak sempurna.
Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS [95]: 4), dan
meniupkan ruh-Nya yang mulia kepada nenek moyang kita Adam, sehingga
bersujudlah seluruh alam semesta kepada Adam. Jika bersih hati kita, itulah
fitrah. Jika kotor hati kita berarti ada dusta sedang berlangsung.
Kita sedang tidak menjadi diri sejati kita. Dan, harus ada ikhtiar yang kita
lakukan untuk mengembalikannya kepada fitrahnya. Dengan zikrullah, dengan
berulang-ulang meyakinkan diri bahwa perasaan-perasaan kita-baik yang nyaman
maupun tak nyaman, semuanya adalah amanah sekaligus ujian. Dan, bahwa kalau tak
nyaman berarti kita sedang tak sesuai fitrah.
Maka, perlahan-lahan tapi pasti, kita sedang meninggikan ruh kita yang mulia di
atas perasaan-perasaan kita. Dan, meninggikan kehendak Allah di atas
keinginan-keinginan kita. Jika tidak, alih-alih menjadi ciptaan paling mulia,
kita justru jatuh kepada derajat binatang ternak. (QS [25]: 43-44). “Sungguh
berbahagia orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang
mengotorinya.” (QS [91]: 9-10).
Jika kita terus-menerus membaca hati kita dan membersihkannya, insya Allah kita
akan sampai pada derajat jiwa yang muthmainnah dan kelak kembali menghadap
Allah dalam keadaan puas dan diridai-Nya. “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah
kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya, maka masuklah ke dalam
golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS [89]: 27-30).
Bacalah alam semesta, bacalah segala yang baik-baik. Agar mulia, jangan pernah
lupa setiap waktu, bacalah hati!
EmoticonEmoticon